Selasa, 22 Oktober 2013

Tokoh-tokoh Bonek


1. Hamin Gimbal

Dikalangan pendukung fanatic PERSEBAYA, nama Hamin Gimbal tentu sangat familier. Pemuda yang lahir di Bangkalan Madura ini dikenal sebagai dirigen BONEK bertandem dengan Okto Tyson.  Rambutnya yang gimbal dan kebiasaan memakai rok hijau gaya skotlandia di padu dengan sepatu bot roligan menjadi ciri khas seoran Hamin Gimbal ketika berdiri di tempat khusus dirigen, memimpin puluhan ribu BONEK.

Kecintaan Hamin terhadap PERSEBAYA sudah berawal dari kecil.  Meskipun, dia bertempat tinggal di Madura, namun Hamin kecil tak pernah absent menonton PERSEBAYA bertanding. “ Walaupun saya berasal dari seberang pulau, tapi saya selalu menyempatkan datang ke stadion untuk menonton PERSEBAYA.  Kadang saya tidak pamit orang tua.  Namun lambat laun orang tua mendukung penuh,” ujar Hamin.  Baginya, BONEK memiliki arti totalitas dan loyaitas dalam mendukung tim kesayangannya PERSEBAYA Surabaya.  “ Loyalitas dan totalitas tanpa mengenal waktu.

2. Okto Tyson



Tatapan matanya agak ajam, wajahnya terlihat garang, tubuhnya gempal mirip dengan perawakan Mike Tyson.  Begitulah sekilas penampilan Okto.  Namanya tidaklah asing di kalangan pendukung fanatic PERSEBAYA.  Maklum dia adalah dirigen BONEK.  Pria yang bernama lengkap Okto Kepernahum Henukh ini lahir di Surabaya 25 Oktober 1979.

Berawal dari inisatif untuk menambah kreatifitas dan kekompaakan, Okto memberanikan diri menjadi komandan BONEK untuk bernyanyi dan menampilkan aksi kreatifitas.  Sebagai sosok yang mengkoordinir puluh ribuan BONEK untuk bernyanyi, tugas Okto sangatlah berat. Ia di tuntut harus mampu menjaga ketahanan semangat dan emosi puluhan ribu BONEK dalam mendukung PERSEBAYA.  Aksi gerakan tangan , suara yel-yel, sampai teriakan dukungan BONEK selalu dikoordinir dan dipantau olehnya.  Hal ini agar semua gerakan dan aksi kreatif BONEK mania terlihat rapi dan kompak.  Dibalik kegarangan penampilannya, Okto sanagtlah cakap dan pandai dalam berbicara atau berdiskusi.  Pemuda alumnus Bisnis Admiistrasi UPN veteran Surabaya ini, tak jarang di undang untuk ON AIR di radio atau TV. Dari pengalaman panjang menjadi dirigen supporter terbesar di tanah air, nama Okto semakin popular di kalangan Pendukung Klub liga Indonesia.  Ia pernah dipercaya memimpin delegasi supporter Jawatimur dalam jambore suorter Indonesia di Bali pada tahun 2007.

3. Cak dul Panglima BONEK 1988

Sejarah berbondong-bondongnya suporter PERSEBAYA pada laga final Kompetisi perserikatan 1988 di Stadion Senayan Jakarta tidak bisa dilepaskan dari sosok H. Abdullah. Pria yang akrab disapa Cak Dul ini dikenal sebagai panglima perang BONEK mania pada akhir 1980 an.  “ Dulu belum ada istilah dirigen atau korlap.  Teman-teman suporter banyak yang menyebut panglima perangnya BONEK.  Tapi ini bukan ditujukan  untuk berseteru dengan supporter musuh, istilah panglima ini hanya untuk mengkoordinir supporter sebagai pengganti ketua,” Kata Cak Dul.

Ia banyak menceritakan kebesaran dan aksi nekat supporter PERSEBAYA di kompetisi terdahulu.  Menurut Cak Dul, BONEK adalah bentuk spontanitas arek-arek Suroboyo yang mengalir darah sporadic dan radikal, semangat juang menaklukan stadion manapun untuk menunjukan kepada khalayak masyarakat tentang jati diri dan identitas supporter seutuhnya. Baginya, tidak ada kelompok supporter lain dinegeri ini yang melakukan tindakan radikal dan nekat selain BONEK.

Hal yang paling berkesan bagi Cak dul adalah ketika ia dengan berani dan nekat naik ke atap stadion senayan untuk memasang spanduk raksas sepanjang 60 meter yang bertuliskan “ KAMI HAUS GOL KAMU PERSEBAYA “.  Seisi stadion bergemuruh dengan tepukan tangan ketika Cak Dul mulai menaiki atap sampai ia berhasil memasang spanduk itu. Ini tidak ada pemain yang cidera, tidak ada aksi fenomennal dari pemain dan tidak ada momen menarik di lapangan melainkan teriakan dan applause dari seluruh penonton itu di tujukan kepada aksi nekat seorang suporeter PERSEBAYA yang mampu memanjat atap Stadion Senayan setinggi 15 meter.  Suporter PERSEBAYA itu adalah Cak Dul yang dulunya berambut gondrong dan konon dijadikan icon gambar BONEK di Koran Jawapos.

4. Supangat Koordinator Tretetet 7000 BONEK
  
Disadari atau tidak, Supangat yang dikenal sebagai announcer pertandingan PERSEBAYA, sedikit banyak mengetahui perjalanan panjang tim yang berjuluk bajol ijo ini.  MeskI kini usia beliau hampir 60 tahun, namun semangat bapak 3 anak dan 1 cucu ini masih berkobar seperti 39 tahun yang lalu.  Kala itu  Supanagat baru saja bekerja di radio Gelora Surabaya.  Tugasnya saat itu bukan langsung menjadi penyiar pertandingan, melainkan sebatas memutar lagu-lagu. Baru tiga tahun sesudahnya dia dipercaya untuk berbicara di depan mikrofon untuk menyiarakan jalannya petandingan PERSEBAYA.   84 tahun perjalanan PERSEBAYA, hampir separuh lebih Supangat mengetahui sejarah PERSEBAYA.

Mulai dari pasang surut prestasi hingga supporter PERSEBAYA atau BONEK.  Pria berkacamata ini sedikit banyak menceritakan aal muasal nama BONEK.  Pada tahun 1986-1987 PERSEBAYA masuk final di senayan.  Lawan yang dihadapi adalah PSIS Semarang. Demi mendukung tim kesayangan suporter ber tret tret ke Jakarta , Supangat mempunyai ide memberangkatkan supporter dengan jalan darat.  “ setelah berkoordinasi dengan semua pihak , kami akhirnya menggunkan bus” terang supangat.  Antusiasme supporter yang ingin mendukung timnya begitu luar biasa.  Hasilnya, sekitar 7000 suporter terdaftar.  Masalah timbul ketika Supangat dan rekan-rekannya, hanya bisa menyediakan sekitar 100 bis.  Ini berarti masih kurang 36 bis lagi untuk mengangkut supporter.  Memberangkatkan 7000 orang ternyata buka soal yang mudah.

Supangat menceritakan betapa ia kekurangan orang untuk mengkoordinir banyaknya supporter.  “ sampai- sampai, tukang potong rumput saya jadikan pemimpin rombongan “, kata pria yang pernah menjadi  ring announcer perebutan gelar juara kelas bantam WBC International antara petinju indoonesia Wongso Indrajit dengan Edel Geronimo dari Fiiphina 1988 ini.

5. Wastomi Suheri The legend of Suporter

Dunia persepak bolaan nasional khusunya para pendukung PERSEBAYA tidak ada yang tidak mengenal sosok yang satu ini.  Penampilannya sederhana dan ceplas-ceplos khas arek Suroboyo.  Dialah Wastomi Suheri lahir pada tanggal 30 Juni 1953 di Desa Suko Wilangun Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang.  Wastomi dikenal sebagai seorang anak yang gigih dan mandiri.  Pada tahun 1961, ketika usia masih dini yakni 8 tahun , ia memberanikan diri merantau ke kota Surabaya dengan tujuan untuk mendapatkan hidup yang lebih baik.  Ketika sampai di Surabaya , ia harus bertahan hidup dengan cara  mengadu nasib menjadi anak jalanan.  Selama di Surabaya ia tidak punya rumah, yang dijadikan tempat berteduh dari panas dan hujan .

Sehari-hari yang dilakukan adalah menjual Koran dan mengamen .  Wastomi pun mendapatkan pelajaran sekolah dasar harus dengan mengintip proses belajar di SD Tambak Sari Ngundu,.  Meski tidak mengenyam pendidikan resmi, Wastomi sangat menekankan pendidikan kepada anak-anak nya.  

Sejak kecil Wastomi sangat senang dengan olahraga khusunya sepak bola.  Sehari-hari hidup dikawasan Tambak Sari membuat kecintannya terhadap sepak bola semakin mendalam. Rasa cinta dan fanatisnya dilimpahkan untuk PERSEBAYA.  Setiap PERSEBAYA bertanding di Stadion Tambak Sari ia tidak pernah melewatkan untuk hadir.  Fanatismeya terhadap PERSEBAYA ini bertahan sampai sekarang, sampai memilik 5 orang anak.

Sebagai BONEK, pengalaman Wastomi sangatlah banyak.  Dari berbagai pengalaman ini, hal yang paling berkesan adalah ketika ia berhasil menggergaji 12 pintu yang ada di Tambak Sari hanya untuk memasukan teman-temannya yang tidak punya uang untuk membeli tiket pertandingan.  Ia akhirnya di tangkap 2 jam setelah pertandinagn dan di tahan polisi selama 2 hari.


Dari catatan panjangnya menjadi BONEK, banyak kalangan yang menganggap Wastomi sebagai bapak e BONEK.  Ia sangat di segani di kelompok supporter PERSEBAYA.  Pria yang akrab di panggil abah ini juga dikenal sebagai salah satu pendiri YSS.

Sejarah Awal Mula Pertempuran Bonek VS Arema

Berdirinya Armada 86 hingga berevolusimenjadi PS Arema pada tahun 1987membuat konflik semakin memanas. Dalamkompetisi Perserikatan, Persema danPersebaya sudah memanaskan suhukonflik antar-suporter di Jawa Timur. Dengan hadirnya Arema yang mengikutikompetisi Galatama, suhu itu kian memanasdengan rivalitas Arema dan Niac MitraSurabaya. Semifinal Galatama tahun 1992yang mempertandingkan PS AremaMalang melawan PS Semen Padang di stadion Tambaksari Surabayamenghadirkan awalan baru sejarah konflikAremania-Bonek. Arek Malang (saat itubelum bernama Aremania) membuat ulahdi Stasiun Gubeng pasca kekalahan AremaMalang dari Semen Padang. Kapolda Jatim saat itu akhirnya mengangkut merekadalam 6 gerbong kereta api untukmenghindari kerusuhan dengan Bonek.Kejadian di Stasiun Gubeng itu membuatpanas Bonek yang ada di Surabaya.Tindakan balasan mereka lakukan dengan mencegat dan menyerang rombonganAremania pada akhir tahun 1993 saat akanmelawat ke Gresik. Peristiwa ini dibalas olehAremania pada tahun 1996 denganmelakukan lawatan ke Stadion Tambaksaridengan pengawalan ketat DANDIM. Keberanian Aremania untuk hadir diStadion Tambaksari kala pertandinganPersebaya melawan Arema saat itu telahmembuat Bonek tidak bisa berbuat apa-apa dan harus menahan amarah merekadengan cara menghina Aremania lewat kata-kata saja. Hal ini karena pertandingantersebut disaksikan oleh para petinggi PSSIdan gubernur Jawa Timur saat itu, sertapengawalan ketat DANDIM kota Malangterhadap Aremania. Bagi Aremania, hal inisudah sangat mempermalukan Bonek dengan datang langsung ke jantungpertahanan lawan sembari menunjukkankesantunan Aremania dalam mendukungtim kesayangan. Semenjak itulah tidak adakata damai dari Bonek kepada Aremania,dan Aremania sendiri juga menyatakan siap untuk melayani Bonek dengan kekerasansekalipun. Kejadian ini dibalas oleh Bonek diJakarta pada tahun 1998. Tanggal 2 Mei1998 dimana Aremania akan hadir dalampertandingan Persikab Bandung vs AremaMalang, Aremania yang baru turun dari kereta di Stasiun Jakarta Pasarsenendiserang oleh puluhan Bonek. Ketika iturombongan Aremania yang berjumlahpuluhan orang menaiki bus AC yang sudahdisiapkan oleh Korwil Aremania Batavia. Ditengah jalan, belum jauh dari Stasiun Pasar Senen tiba-tiba bus yang ditumpangiAremania dihujani batuan oleh Bonek.Untuk menghindari jatuhnya korban,rombongan Aremania langsung turun daribus untuk melawan Bonek yangmenyerang mereka. Bahkan Aremania sampai mengejar-ngejar Bonek yang ada diStasiun Pasarsenen. Tindakan Aremania inimendapat applaus dari warga setempat,sehingga Bonek harus mundurmeninggalkan area Stasiun Pasarsenen.Kondisi rivalitas yang begitu panas antara Aremania dan Bonek membuat keduanyamenandatangi nota kesepakatan bahwamasing-masing kelompok suporter tidakakan hadir ke kandang lawan dalam lagayang mempertemukan Arema danPersebaya. Nota kesepakatan yang ditandatangani oleh Kapolda Jatimbersama kedua pemimpin kelompoksuporter tersebut ditandatangani di KantorKepolisian Daerah Jawa Timur pada tahun1999. Semenjak tahun 1999, maka keduaelemen suporter ini tidak pernah saling tandang dalam pertandingan yangmempertemukan kedua klub kesayanganmasing-masing. Tetapi nota kesepakatan itutidak mampu meredam konflik keduanya.Tragedi Sidoarjo yang terjadi pada bulanMei 2001 menunjukkan masih adanya permusuhan kedua elemen ini. Kala itupertandingan antara tuan rumah GeloraPutra Delta (GPD) Sidoarjo melawanArema Malang di Stadion Delta Sidoarjodalam lanjutan Liga Indonesia VII. Karenadekatnya jarak Surabaya-Sidoarjo membuat sejumlah Bonek hadir dalampertandingan tersebut. Menjelang pertandingan dimulai, batu-batuberterbangan dari luar stadion menyerangtribun yang diduduki oleh Aremania. Kondisiini membuat Arema meminta kepadapanpel untuk mengamankan wilayah luarstadion. Karena lemparan batu belum berhenti membuat Aremania turun kelapangan, sementara di luar stadion justruterjadi gesekan antara Bonek denganaparat. Turunnya Aremania ke lapanganpertandingan membuat pertandingandibatalkan. Terdesaknya aparat keamanan yang kewalahan menghadapi Bonekmembuat Aremania membantu aparatdengan memberikan lemparan balasan kearah Bonek. Aremania pun harusdievakuasi keluar stadion dengan truk-trukdari kepolisian. Kejadian rusuh yang berkaitan antara Aremania dengan Bonekmasih berlanjut pada tahun 2006.Kekalahan Persebaya Surabaya atasArema Malang di stadion Kanjuruhan dalamlaga first leg Copa Indonesia membuatkecewa Bonek di Surabaya. Seminggu kemudian, kegagalan Persebaya Surabayamengalahkan Arema Malang di stadionGelora 10 November Tambaksari Surabayamembuat Bonek mengamuk. Laga yangberkesudahan 0-0 ini harus dihentikanpada menit ke-83 karena Bonek kecewa dengan kekalahan Persebaya dari AremaMalang. Kekecewaan ini merekalampiaskan dengan merusak infrastrukturstadion, memecahi kaca stadion, danmerusak beberapa mobil dan kendaraanbermotor lain yang ada di luar stadion. ANTV yang menayangkan pertandingantersebut meliputnya secara vulgar, bahkanberkali-kali menunjukkan gambar rekamanmengenai mobil ANTV yang dirusak olehBonek. Aremania menyikapi hal ini denganmenyerahkannya secara total kepada pihak berwajib dan PSSI. Rivalitaskeduanya tidak hanya hadir lewatkerusuhan dan peperangan, tetapi jugadengan nyanyian-nyanyian saatmendukung tim kesayangannya.Bonekmania, di kala pertandingan Persebaya melawan tim manapun, pastiakan menyanyikan lagu-lagu yangmenghina Arema dan Aremania. Lagu-laguyang menyebutkan Arewaria, Arema Banci,Singo-ne dadi Kucing, dan beberapa lagulain kerap mereka nyanyikan di Stadion Gelora 10 November TambaksariSurabaya. Hal yang sama juga dilakukanoleh Aremania, dimana lagu-lagu anti-Bonek juga mereka kumandangkan kalaArema menghadapi tim lain di StadionKanjuruhan. Bahkan persitiwa terbaru adalah tersiarnya kabar mengenaidikepruknya mobil ber-plat N ketika malamtahun baru di Surabaya oleh pemudaberkaos hijau (oknum Bonek?) Atmosfir Malang – Surabaya Seperti yang ditulis oleh Feek Colombijndalam View from The Periphery: Football inIndonesia, dimana ia menyebut bahwadinamika suporter di Indonesia sangatdipengaruhi oleh kebudayaan Jawa. KulturJawa yang mengutamakan keselarasan dalam harga diri, dimana penolakan yangamat sangat terhadap hal yang bisamempermalukan diri sendiri, menjadi faktorutama konflik antar suporter di Indonesia.Kultur Jawa yang menghindar dari konflikdan tidak mau dipermalukan menjadi semacam dari anti-thesis dari sepakbolayang harus siap sedia untuk dipermalukan.Tetapi kultur Jawa pula yang memicu reaksiapabila penghinaan itu terjadi di depanumum dan sangat memalukan, makaekspresi kemarahan dan anarkisme yang muncul untuk menjaga wibawa dan hargadiri. Kondisi ini yang memicu atmosfir panasMalang–Surabaya. Geng pemuda asalMalang yang dibantai oleh Bonek di tahun1967 memicu perasaan dendam dari ArekMalang. Belum lagi persoalan rivalitas “number one”, dimana dalam level propinsiposisi Malang masih dibawah Surabaya.Sifat tidak terima Arek Malang menjadinomor dua dibawah Arek Suroboyo inimembuat keduanya susah berjabat tangan.Persaingan atas dasar pride ini berlanjut pasca melorotnya prestasi PersemaMalang, dimana Arema mengambil alihposisi rivalitas Malang-Surabaya tersebut.Pergulatan harga diri ini terlihat jelas ketikaAji Santoso pindah dari Arema kePersebaya, akhirnya Aji Santoso pun dianggap pengkhianat oleh Aremania.Ketika Aji Santoso ingin kembali ke Malang,ia pun harus melalui begitu banyak timsebelum akhirnya mengakhiri karirnyabersama Arema Malang. Ahmad Junaedipun menjadi korban rivalitas Aremania- Bonek. Ketika Ahmad Junaedi sudahmenjadi bintang sepakbola nasional dandibeli Surabaya, maka ketika Persebayamenawarkan Ahmad Junaedi untukkembali ke Arema pun ditolak olehAremania. Akhirnya Arema pun lebih memilih untuk mengasah bakat JohanPrasetyo daripada memakai tenaga AhmadJunaedi . Dalam hal simbol pun tantangankepada Bonek juga dikumandangkan.Dengan pemilihan simbol singamenunjukkan bahwa di belantara Jawa Timur Arema ingin menjadi nomor satu,diatas Ikan Sura dan Buaya. Aremamenjadi identitas resistensi daerah terhadappusat (Surabaya) , dimana melalui dialekjawa timur dengan tatanan huruf yangdibalik pada osob kiwalan khas Malang seolah menunjukkan bahwa Aremamenjadi identitas kultural masyarakatMalang. Selain itu Arema juga merupakanpemersatu warga kota Malang yangsebelumnya terpecah pada beberapadesa/wilayah/daerah. Arek Malang selalu berusaha membedakan dirinya denganarek Suroboyo. Ketika arek Suroboyo itubondho nekad, maka arek Malang itubondho duwit. Ketika Bonek itu sukamembuat kerusuhan, maka Aremania inginmenyebarkan virus perdamaian. Konflik identitas juga menjadi lahan rivalitas keduakubu suporter besar Jawa Timur ini. 

Sejarah Berdirinya Bonek Mania

BONEK adalah pelopor gerakan tret-tet-tet ke Senayan Jakarta era Green Force Persebaya Divisi Utama PSSI Perserikatan 1986/1987 silam. Waktu itu, belum ada satu kubu suporter pun yang tret...-tet-tet secara terorganisasi mengiringi tim kesayangannya melakoni babak Enam Besar Divisi Utama Perserikatan. Waktu itu, hanya Bonek yang go to Senayan dengan mengenakan busana kebesaran berupa kaos warna hijau dengan gambar atau logo Wong Mangap (orang berteriak penuh semangat dan keberanian).

Memang, waktu itu belum ada julukan Bonek. Mereka dikenal dengan nama para suporter Green Force Persebaya. Pelopor dari gerakan tret-tet-tet ini adalah Jawa Pos, lebih tepatnya adalah Pak Dahlan Iskan yang sekarang menjadi Big Boss Jawa Pos & Group.

Waktu itu, Jawa Pos membuat ribuan kaos berlogo Wong Mangap, dan dijual dengan harga murah. Seingat kami pada 1987 itu seharga Rp 1.000 per potong kaos. (Harga rokok Gudang Garam kretek isi 10 masih Rp 300 per pak). Pendek kata, Senayan dihijaukan oleh arek-arek Suroboyo. Mereka membentang spanduk raksasa yang digantungkan di atas tribun timur dan barat. Luar biasa! Sayang, di final Persebaya kalah 0-1 oleh PSIS Semarang. Namun, semuanya berjalan tertib, tidak ada kerusuhan apa pun. Usai final, beberapa suporter Green Force menyalami Syamsul Arifin dan kawan-kawan. Ada yang bilang: ’’Ojo sedih Cak. Tahun ngarep insya Allah Persebaya juara!’’ Tembusnya Persebaya ke babak final pada 1986/1987 sudah merupakan gebrakan yang luar biasa. Sebab, pada musim kompetisi 1985/1986 Persebaya terpuruk di peringkat ke-9 dari seluruh (10) klub Divisi Utama. Raihan terburuk sepanjang sejarah Persebaya kala itu. Itulah sebabnya Pak Dahlan Iskan, waktu itu masih Pemimpin Redaksi Jawa Pos, mengundang parar tokoh sepak bola Surabaya untuk merumuskan solusi kebangkitan kembali Persebaya. Bang Moh – sapaan akrab Mohammad Barmen, Pak Tiyanto Saputra dan tokoh-tokoh lainnya sarasehan di ruang redaksi Jawa Pos, di lantai 2 Kantor Jawa Pos di Jalan Kembang Jepun. Setelah itu Pak Dahlan pergi ke Inggris untuk mengamati Premier League Inggris, termasuk perilaku para suporternya. Sepulang dari Inggris itulah ide tret-tet-tet dengan kaos kebesaran dan slayer suporter Green Force Persebaya muncul! 

Logo Wong Mangap kali pertama diciptakan oleh Mister Muhtar, desainer grafis Jawa Pos. Loga pertama bercorak ekspresionis. Kemudian diubah pada musim kompetisi 1988/1989 dengan Wong Mangap bercorak naturalis seperti yang kita lihat sampai sekarang. Dan, sejak itu pula julukan Bonek dilansir oleh redaktur olahraga Jawa Pos, termasuk oleh saya sendiri sebagai redaktur olahraganya. Istilah Bonek, seperti yang kami singgung dalam tulisan sebelumnya, dimaksudkan untuk mewarisi karakter pejuang nan pemberani dan pantang menyerah dari kakek moyang arek-arek Suroboyo pada tahun 1945. Peristiwa heroik dan bersejarah yang melahirkan Hari Pahlawan 10 Nopember! Semangat berani karena benar, pantang menyerah, tali duk tali layangan, awak situk ilang-ilangan itulah yang harus menitis dalam jiwa dan perilaku Bonek sepanjang zaman! Bahwa kemudian dalam perjalanannya terjadi berbagai kerusuhan yang disebabkan oleh ulah Bonek, sungguh hal ini sangat memprihatinkan bagi seluruh warga Surabaya. Karena itu, sekarang bukalah lembaran sejarah baru: Bonek yang pro fair play, yang cinta damai, anti anarkisme, dan pembela sejati Green Force Persebaya! Itu tadi secuil flash back perjalanan sejarah Bonek. Kedua, kami melihat adanya ketidakadilan dari perlakuan media massa terhadap Bonek. Prinsip-prinsip cover both side dan balancing sepertinya telah diingkari oleh media massa. Barangkali, kami bisa dikatakan melakukan pleidoi (pembelaan) terhadap arek-arek Bonek. Maka, kami pun akan menjawab: ’’Ya!’’ Ketika arek-arek Bonek melakukan kerusuhan, beritanya diposisikan sebagai head line (HL) dengan foto besar-besar. Padahal, sebenarnya kita belum tahu persis siapa yang memicu kerusuhan. 

Misalnya saling lempar antara Bonek dengan warga Jawa Tengah. Siapa yang bisa membuktikan bahwa pelempar awalnya Bonek, atau sebaliknya pelempar awalnya warga Jateng. Betapa pun, kita semuanya yang mencintai Persebaya tetap prihatin terhadap kejadian yang sangat tidak diinginkan itu. Di dalam hati kita berdoa: ’’Semoga Allah SWT membimbing arek-arek Bonek menjadi suporter sejati yang layak jadi panutan suporter Nusantara. Jauhkanlah mereka dari tindakan-tindakan emosional yang merugikan nama besar Bonek dan Persebaya. Kembalilah pada semangat Bonek seperti musim kompetisi divisi utama perserikatan 1986/1987. Kobarkanlah kembali heroisme para pejuang kemerdekaan 1945 di Surabaya yang luhur dan mulia itu. Amin.’’ Kerusuhan sebenarnya sudah ada pada 1987/1988 yang dilakukan arek-arek Bonek yang di luar koordinasi Jawa Pos. 

Kejadian saling lempar dalam perjalanan kereta api yang mengangkut Bonek dari Jakarta pulang ke Surabaya. Waktu itu Jawa Pos pun membayar kerugian yang dialami PJKA sekarang PT KAI sebesar Rp 50 juta. Nah, ketika belakangan arek-arek Bonek melakukan gerakan pencerahan, menjalin hubungan damai kembali dengan Pasoepati – julukan suporter Persis Solo, gerakan ini tak diberitakan sama sekali. Ketika Arema juara ISL 2009/2010, dan Aremania melakukan pesta juara di Malang, ada sejumlah oknum Aremania yang merusak mobil-mobil berplat L. Tapi, tak lama kemudian, sejumlah Aremania lainnya menghajar sendiri oknum-oknum Aremania yang berbuat rusuh itu. Keesokan harinya, arek-arek Bonek mencegat mobil-mobil berplat N. Mereka sama sekali tidak melakukan kerusakan, malahan sebaliknya memberikan bunga kepada sang sopir. Firman, yang di akun facebook bernama Bonek Pinggiran Kota menceritakan, waktu itu sopir dan penumpang mobil berplat N sempat ketakutan. Namun, setelah mereka disapa ramah dengan pemberian bunga tanda cinta damai, mereka pun tersenyum. Peristiwa ini pun sama sekali tidak diberitakan oleh media massa. Ketiga, secara tidak sengaja kami berkomunikasi dengan sejumlah Bonek. Ada yang dari Jakarta antara lain Andhi Bonek Jakarta, Sawoenggaling Soerabaja, ada yang dari Jogja antara lain Fajar Junaedy, 28 tahun, dosen broadcasting Universitas Muhammadiyah Jogjakarta yang juga Bonek. Ada Dyota, Bonek Pinggiran Kota, Yudha Bonek, Dedy Ambon dari Surabaya. Ketika berkontak ria soal sepak bola, kami pun terkejut. Ternyata kalimat-kalimat dan pemikiran mereka cerdas. Mereka mencintai sepakbola dan menyayangi klub Persebaya dengan wawasan yang luas. Di situ kami baru tahu, mengapa mayoritas Bonek lebih pro Persebaya 1927. ’’Kami sebenarnya membela kedua-duanya, baik Persebaya 1927 maupun Persebaya Divisi Utama. Tapi setelah Persebaya Divisi Utama bermain di kandang dengan bantuan penalti-penalti palsu, didukung dengan tindakan wasit yang tidak fair, kami pun kecewa berat. Karena itu sekarang hampir semua Bonek pro Persebaya 1927,’’ kata Yudha Bonek. 

Pecahnya Persebaya menyadi Persebaya 1927 dan Persebaya Divisi Utama itu sendiri adalah korban dari pertarungan elite sepak bola nasional. Hanya Persebaya yang terbelah dua! Karena itu, arek-arek Bonek mendambakan kembalinya SATU PERSEBAYA! Kini, tumbuh lapisan baru arek-arek muda Bonek yang gencar melakukan gerakan pencerahan. Mereka berjuang keras menegakkan kedamaian. Bahkan arek-arek Bonek Jakarta dan Jogja kini sedang membikin Buku Sejarah Bonek. Fajar Junaedy dari Jogja juga membuat VCD Sejarah Bonek. Dia telah mewawancarai pencipta logo Wong Mangap, yaitu Mister Muhtar dan Budiono, termasuk kami sendiri dan beberapa saksi sejarah tret-tet-tet 1986/1987. Mereka adalah anak-anak muda intelek, kreatif, mempelajari berbagai pengetahuan tentang sepak bola dengan rajin membuka situs. Mereka berdebat dengan rasional dan dengan hati yang dingin. Semoga gerakan pencerahan arek-arek Bonek ini menemukan puncak yang gemilang. 


Hal ini ditandai dengan semakin ramah dan sportifnya arek-arek Bonek di mana pun berada. Perlu diingat, soal kerusuhan suporter bukan hanya Bonek yang melakukan. Berbagai fakta menjadi bukti. Kubu-kubu suporter lain pun melakukan kerusuhan. Mungkin lebih tepat disebut oknum-oknum, bukan kubu suporter secara keseluruhan. Bahkan suporter di negara yang maju dan menjadi nenek moyangnya sepak bola pun, kerusuhan suporter masih saja ada. Semoga pejuangan lapisan muda intelektual Bonek itu menuai hasil gemilang. Amin

Sejarah Singkat Persebaya 1927

18 Juni 2011- Persebaya genap berusia 84 tahun. Artinya 84 tahun silam pada 18 Juni 1927 Persebaya didirikan. Dari googling di internet hanya disebutkan bahwa Persebaya didirikan Paijo dan M Pamoedji dengan nama Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB). Tidak ada penjelasan atau cerita siapa Paijo dan siapa M Pamoedji. Benarkah mereka pendiri Persebaya? Apalagi teman-teman Bonek punya inisiatif untuk tidak melupakan sejarah. Momen ulang tahun Persebaya minimal bisa dilakukan dengan cara ziarah ke makam pendiri Persebaya tersebut. Saya tergelitik untuk mencari tahu pendiri Persebaya tersebut.

Tapi benarkah Paijo dan M Pamoedji pendiri Persebaya? Saya makin penasaran dengan kisah berdirinya SIVB, cikal bakal Persebaya. Memang disebutkan bahwa SIVB didirikan untuk ‘menandingi’ perkumpulan sepakbola milik orang-orang Belanda, Soerabhaiasche Voetbal Bond (SVB). Tapi siapa saja tokoh-tokoh dibalik SIVB?

Di Persebaya ada nama Pak Soepangat. Beliau dikenal bak ‘kamus berjalan’ kalau ditanya soal Persebaya. Kemampuannya tentang seluk beluk Persebaya sungguh luar biasa. Announcer di setiap pertandingan home Persebaya ini bisa bercerita dengan detil sejarah Persebaya. Kisah-kisah para pemainnya dan juga prestasi yang diraih Persebaya.

Saya menemui Pak Pangat dan minta cerita tentang SIVB, Paijo dan M Pamoedji. Berikut menyampaikan niat teman-teman Bonek untuk ziarah ke makam pendiri Persebaya pada 18 Juni mendatang. Tapi Pak Pangat ternyata tidak banyak tahu tentang SIVB. Makam almarhum Paijo dan M Pamoedji juga tidak diketahui. Bahkan Pak Pangat bilang bahwa kedua tokoh tersebut BUKAN pendiri SIVB tetapi hanyalah pengurus SIVB. Nah!!!
Dari penelusuran di internet saya sama sekali tidak menemukan data lengkap tentang SIVB. Sebenarnya cara paling mudah adalah mendatangi kantor Arsip Nasional di Jakarta dan mencari lembaran negara terkait pendirian SIVB. Pasti ketemu! Saya mencari dengan cara gampang saja. Tidak perlu ke Jakarta dan minim biaya. Surfing internet.

Saya akhirnya menemukan nama Jemmy Husny Mubarak. Namanya muncul karena pria asal Lamongan ini pernah membuat skripsi tentang Persebaya. Husny yang sekarang menjadi guru di SMP Muhammadiyah 4 Surabaya itu membuat skripsi berjudul “Perkembangan SIVB Menuju Klub Persebaya Tahun 1927-1978″. Saat itu dia tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Airlangga.
Skripsinya dibuat tahun 2007 lalu dan mendapatkan nilai sempurna, A. Saya browsing di facebook dan akhirnya bisa berteman dengan Husny. Menyapa melalui inbox dan minta cerita siapa pendiri Persebaya. Husny menyarankan saya untuk membaca sendiri skripsinya. Apa yang dia tulis sesuai dengan data / fakta yang dia peroleh.

Saya makin penasaran dengan jawaban tidak jelas tersebut. Hehehehe. Maka sehari berikutnya, Selasa (14/6) saya datang ke perpustakaan Program Ilmu Budaya Unair. Ketemu skripsi milik Husny tersebut. Sayang skripsinya tak bisa dibawa keluar atau difotocopy. Hanya boleh dicatat. Cilaka! Saya juga tidak bawa kertas catatan dan alat tulis. Maka fasilitas notes di HP saya manfaatkan untuk membuat resume skripsi Husny.

Ternyata SIVB dibentuk secara bersama-sama oleh tokoh-tokoh sepakbola pribumi yang memiliki klub-klub bola. Pengurus awal SIVB adalah Pamudji, R Sanoesi, Sidik, Askaboel, Radjiman Nasoetion. Sedangkan klub yang kali pertama berkumpul membentuk SIVB adalah klub Selo, Rego, RKS, Olivio, Tjahaja Laoet dan PS Hizboel Whatan. Dalam skripsi tidak ada penjelasan siapa saja pengurus awal SIVB tersebut. Siapa menjabat sebagai apa juga tidak ada datanya. Apakah mereka masing-masing pemilik klub awal pendiri SIVB atau bagaimana juga tidak ada ceritanya.
Bahkan nama Paijo juga tidak muncul!!!

Dari skripsi Husny saya menyimpulkan bahwa SIVB yang sekarang menjadi Persebaya adalah didirikan oleh KLUB-KLUB BOLA NON BELANDA. SIVB bukan didirikan orang per orang. Kehadiran tokoh-tokoh bola waktu itu seperti Pamudji, R Sanoesi, Sidik, Askaboel dan Radjiman Nasoetion adalah mewakili klubnya masing-masing.

Mereka menjadi pengurus SIVB karena posisinya sebagai pengurus / pemilik KLUB-KLUB BOLA NON BELANDA tersebut. Pada masa penjajahan Jepang, klub anggota SIVB bertambah, yaitu Maroeto, Tjahaja Moeda, Thiong Hoa, Alvaos, Jong Ambon (SVJA) dan klub Indo Belanda. Sebelum PSSI didirikan pada 19 April 1930, pada 1-2 Oktober 1927 di Solo bertempat di gedung Studie Club telah berlangsung pertemuan bersejarah. Empat persatuan sepakbola yaitu SIVB (tidak diketahui siapa pengurus yang datang mewakili SIVB), Vorsterlansche Voetbal Bond (Persis Solo), Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (Persib Bandung) dan PS Hizboel Wathan (Jogja) bersepakat untuk membentuk dan mendirikan Indonesische Voetbal Bond (IVB). Inilah persatuan sepakbola cikal bakal PSSI. IVB menggunakan lambang gulo klopo alias warna merah dan putih sebagai dasar lambang mereka, dan ditengah-tengahnya ada tulisan IVB.

Kesimpulan saya pendiri Persebaya adalah warga bola Surabaya yang kala itu bersepakat dan bermufakat mendirikan perkumpulan sepakbola nasionalis guna melawan dominasi perkumpulan bola milik orang Belanda.


Bagaimana menurut Anda???